Jumat, 11 Maret 2011

Kompetensi Sosial Guru

PENDAHULUAN
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
DEFINISI KOMPETENSI
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
DEFINISI KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua / wali peserta didik, dan, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
INDIKATOR KOMPETENSI SOSIAL
Menurut Panduan Serftifikasi Guru Tahun 2006 bahwa terdapat tiga indikator untuk menilai kemampuan sosial seorang guru, yaitu :
· Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis ke-lamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
· Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendi-dik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
· Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
· Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
TEORI MOTIVASI DALAM KOMPETENSI SOSIAL
Kalau diperhatikan uraian-uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa kunci kompetensi sosial itu ada pada komunikasi, dalam arti sejauh mana guru mampu melakukan komunikasi yang produktif dengan siswa serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengajaran itu sendiri.
Adapun hal-hal yang menentukan keberhasilan komunikasi dalam kompetensi sosial seorang guru adalah :
1. Audience atau sasaran maksudnya dalam berkomunikasi hendaknya memperhatikan siapa sasarannya, apakah orang berpendidikan atau tidak, apakah masyarakat umum atau pejabat, apakah siswa atau kepala sekolah, apakah siswa SD atau siswa SMA, dan sebagainya. Dengan mengetahui karakteristik sasaran maka sang komunikator pun bisa menyesuaikan gaya dan “irama” komunikasi menurut karakteristik sasaran. Berkomunikasi dengan siswa SD tentu berbeda dengan siswa SMA misalnya.
2. Behaviour atau perilaku maksudnya perilaku apa yang diharapkan dari sasaran setelah berlangsung dan selesainya komunikasi. Misalnya seorang guru sejarah sebagai komunikator ketika sedang berlangsung dan setelah selesai menjelaskan Peristiwa Pangeran Dopinegoro, perilaku siswa apakah yang diharapkan. Apakah siswa menjadi sedih dan menangis merenungi nasib bangsanya, apakah siswa mengepalkan tangan seolah-olah akan menerjang penjajah Belanda, apakah siswa santai-santai saja asal tahu peristiwanya, dsb. Hal ini sangat penting berkait dengan keberhasilan komunikasi guru sejarah tersebut.
3. Condition atau kondisi dalam kondisi apa sasaran ketika komunikasi sedang berlangsung. Misalnya ketika guru Matematika mau menjelaskan rumus-rumus yang sulit harus tahu kondisi siswa, apakah sedang gembira, sedang sedih, sedang lelah habis olah raga, sedang kantuk karena semalam ada acara, dsb. Dengan memahami kondisi seperti ini akan berhasillah komunikasi yang disampaikan oleh guru karena menjelaskan rumus yang sulit dalam situasi siswa sedih tentu berbeda dengan gembira.
4. Degree atau tingkatan maksudnya sampai tingkatan manakah target bahan komunikasi yang harus dikuasai oleh sasaran itu sendiri. Misalnya saja ketika seorang guru Bahasa Inggris menjelaskan kata kerja menurut satuan waktunya, past tense, present tense dan future tense , berapa jumlah minimal kata kerja yang harus dihafal oleh siswa pada hari itu; apakah 10, 20, 30, 40, atau 50 kata kerja. Jumlah minimal kata kerja yang dikuasai oleh siswa sekaligus dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan guru Bahasa Inggris dalam mengajar atau berkomunikasi, kalau tercapai adalah berhasil, sebaliknya kalau tidak tercapai adalah tidak berhasil.
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL GURU
Setelah memahami pengertian kompetensi sosial dan meteri komunikasi permasalahnya sekarang adalah bagaimanakah cara mengembangkan kompetensi sosial pada guru ?
Cara mengembangkan kompetensi sosial guru adalah dengan memproduktifkan komunikasi guru dengan siswa, dengan sesama guru, dan dengan orang tua / wali siswa. Apabila ketiga sasaran komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan baik maka secara langsung kompetensi sosial guru yang bersangkutan akan berkembang.
Cara tersebut kelihatannya relatif mudah karena dalam kesehariannya pekerjaan guru memang bersentuhan dengan siswa dan guru, sedangkan secara periodik bersentuhan dengan orang tua / wali siswa; namun secara kasus per kasus sungguh tidak mudah. Ketika menghadapi siswa yang tidak memiliki motivasi belajar misalnya, betapa sulitnya guru untuk menciptakan komunikasi yang produktif.
Di kota, desa, pinggiran, dan pedalaman hampir semuanya ada siswa seperti itu. Apalagi menghadapi siswa yang tidak memiliki motivasi bersekolah, guru pun lebih sulit lagi menciptakan komunikasi yang produktif. Siswa seperti ini pun, meski relatif sedikit jumlahnya, tetapi ternyata ada di banyak tempat.
Karakter orang tua / wali siswa terhadap pendidikan anak memang beraneka ragam, ada yang sangat perhatian, ada yang acuh tak acuh, dan ada pula yang sama sekali tidak memperhatikan pendidikan anak. Aneka karakter ini berimplikasi pada tingkat kesulitan guru untuk membuat komunikasi yang produktif. Secara umum, pada orang tua yang tidak mempunyai perhatian terhadap pendidikan anak lebih sulit menciptakan komunikasi yang produktif daripada orang tua yang sangat memperhatikan pendidikan anak. Pada orang tua yang tidak perhatian, komunikasi dengan guru anaknya merasa tidak perlu, sebaliknya pada orang tua yang sangat perhatian maka komunikasi itu dianggap sangat perlu. Secara kasus per kasus memang cukup sulit menciptakan komunikasi yang produktif antara guru dengan siswa, sesama guru, dan orang tua / wali siswa, namun itu semua sesungguhnya justru menjadi tantangan untuk mengembangkan kompetensi sosial guru Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting Coupons